Dari SiRUP ke Ruang Kelas: Menakar Transparansi dan Partisipasi dalam Anggaran Unsika

Redaksi
Opini
26 Oct 2025
Thumbnail Artikel Dari SiRUP ke Ruang Kelas:  Menakar Transparansi dan Partisipasi dalam Anggaran Unsika

Pengelolaan anggaran di perguruan tinggi negeri, seperti Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika) memegang peran sentral dalam mendukung peningkatan mutu pendidikan, infrastruktur, dan layanan akademik. Dalam hal ini, transparansi dan akuntabilitas menjadi dua prinsip utama yang wajib dijunjung tinggi. Keberadaan Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP), yang dikelola oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), menjadi instrumen penting dalam mendorong keterbukaan informasi terkait rencana belanja dan proyek pengadaan yang akan dilaksanakan oleh lembaga negara, termasuk perguruan tinggi negeri. Namun, seiring dengan keterbukaan data, muncul pula kewajiban masyarakat kampus untuk secara aktif mengawal dan mengkritisi implementasi anggaran agar sesuai dengan kebutuhan dan asas keadilan.

 

Berdasarkan data SiRUP per pertengahan tahun 2025, terdapat sejumlah alokasi dana pengadaan signifikan yang diumumkan oleh Unsika. Salah satunya adalah proyek pembangunan Gedung Kuliah Terpadu melalui pembiayaan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) senilai Rp63,35 miliar. Proyek ini patut diapresiasi karena bertujuan memperluas kapasitas layanan pendidikan, khususnya dalam menghadapi lonjakan jumlah mahasiswa tiap tahunnya. Namun, di sisi lain terdapat proyek yang menimbulkan tanda tanya besar dari masyarakat kampus, yaitu pengadaan 60 hingga 80 unit kontainer multifungsi dengan total nilai anggaran antara Rp5 miliar hingga Rp6,4 miliar. 

 

Proyek ini menuai sorotan tajam dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unsika, terutama karena tidak tercantum dalam perencanaan pengadaan sebelumnya dan dinilai kurang transparan. BEM Unsika melalui pernyataan resminya menyatakan terkejut atas keberadaan proyek kontainer tersebut. Mereka menyebut bahwa informasi pengadaan justru lebih dahulu diketahui melalui pemberitaan media ketimbang pengumuman resmi dari pihak rektorat atau biro keuangan kampus. Kondisi ini menunjukkan adanya kelemahan dalam sistem komunikasi dan partisipasi publik di lingkungan universitas. Dalam konteks pengelolaan dana publik, terutama dana negara, partisipasi aktif dari seluruh elemen sivitas akademika sangat penting. Setiap proyek yang dibiayai dari uang negara wajib dijelaskan urgensinya, manfaatnya, serta bagaimana proses pengadaannya dilakukan secara akuntabel dan sesuai prosedur. Lebih lanjut, kritik BEM Unsika juga menyasar pada aspek urgensi dan efektivitas pengadaan. Meskipun diakui bahwa Unsika mengalami kekurangan ruang kelas karena pertambahan jumlah mahasiswa, solusi berupa kontainer berbiaya tinggi dinilai tidak efektif. Kekhawatiran muncul dari segi kenyamanan, keamanan, serta nilai investasi jangka panjang. Hingga mahasiswa mendorong dilakukan audit menyeluruh oleh Aparat Penegak Hukum (APH) terhadap penggunaan dana tersebut. Mereka juga menyampaikan kesiapan untuk mengadakan audiensi dengan pihak rektorat serta mengajukan permintaan Rapat Dengar Pendapat (RDP) kepada Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) jika diperlukan, sebagai bentuk pengawasan yang lebih luas dan transparan.

 

Situasi ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak tentang pentingnya keselarasan antara data publik, seperti SiRUP dengan praktik nyata di lapangan. Pengelolaan dana publik bukan hanya soal administrasi dan kepatuhan prosedur, tetapi juga menyangkut etika, integritas, dan tanggung jawab moral. Sebagai lembaga pendidikan, Unsika semestinya menjadi contoh dalam membangun budaya transparansi dan antikorupsi. Tindakan-tindakan manipulatif, seperti plagiarisme dokumen anggaran, pengadaan fiktif, atau rekayasa kebutuhan harus dikutuk keras dan ditindak tegas, baik melalui sanksi internal maupun hukum pidana.

 

Prinsip-prinsip tata kelola keuangan yang baik di perguruan tinggi harus mengedepankan efisiensi, efektivitas, dan partisipasi publik. Efisiensi berarti bahwa dana harus digunakan sehemat mungkin dengan hasil maksimal, sedangkan efektivitas memastikan bahwa dana digunakan sesuai dengan tujuan pendidikan. Partisipasi publik mengacu pada keterlibatan semua pemangku kepentingan, mulai dari mahasiswa, dosen, hingga tenaga kependidikan dalam merumuskan dan mengawasi penggunaan anggaran. Dalam banyak kasus, partisipasi ini tidak hanya memperkecil risiko penyalahgunaan dana, tetapi juga meningkatkan rasa memiliki terhadap pembangunan kampus. Penting pula untuk mencatat bahwa setiap pengadaan barang dan jasa, terlebih dalam skala besar, harus didasari oleh kajian kebutuhan yang jelas, analisis risiko, serta studi kelayakan yang matang. Jika tidak, kebijakan anggaran justru dapat berujung pada pemborosan atau proyek yang tidak berdampak jangka panjang. 

 

Unsika sendiri kebutuhan ruang kuliah memang nyata, tetapi apakah kontainer adalah solusi terbaik dari segi biaya, kenyamanan, dan keberlanjutan? Pertanyaan ini layak dijawab secara objektif melalui pelibatan pakar perencanaan kampus, arsitektur, serta lembaga perencanaan pembangunan. Untuk itu, saya menyarankan beberapa langkah konkret sebagai solusi. Pertama, perlu diadakan forum pertemuan rutin antara manajemen kampus dan perwakilan mahasiswa dalam membahas prioritas pengadaan. Kedua, setiap proyek besar perlu dilengkapi dengan laporan progres berkala, baik secara fisik maupun keuangan, yang dapat diaudit oleh pihak independen. Langkah-langkah tersebut tidak hanya bersifat administratif, melainkan juga membangun budaya partisipatif dan kolaboratif di lingkungan universitas. Unsika memiliki peluang besar untuk menjadi model tata kelola universitas negeri yang modern dan bertanggung jawab. Di era digital, keterbukaan informasi bukan lagi pilihan, tetapi keharusan. Masyarakat kampus khususnya mahasiswa berhak tahu kemana anggaran dialokasikan, bagaimana keputusan dibuat, dan siapa yang bertanggung jawab atas realisasi proyek yang berdampak langsung pada proses belajar mengajar mereka. 

 

Lebih jauh, Unsika juga perlu membangun sistem pelaporan dan pengaduan yang mudah diakses oleh seluruh sivitas akademika. Hal ini sangat penting agar setiap proyek tidak hanya sekadar menghabiskan anggaran, tetapi benar-benar memberikan manfaat optimal bagi peningkatan mutu pendidikan. Dengan melibatkan semua pihak dalam pengawalan alokasi dana, Unsika bisa membangun kepercayaan publik dan memperkuat reputasinya sebagai institusi pendidikan tinggi yang bertanggung jawab dan berintegritas. Data dari SiRUP hanyalah awal dari transparansi. Implementasi dan partisipasi aktif dari sivitas akademika adalah kunci dalam mewujudkan pengelolaan anggaran yang adil, efisien, dan berkualitas. Inilah tantangan sekaligus harapan kita bersama: menjadikan Unsika tidak hanya tumbuh secara fisik, tetapi juga berkembang dalam nilai, integritas, dan pelayanan terhadap masa depan generasi bangsa.

 

 

Sumber Referensi:

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. (2022). Ikhtisar hasil pemeriksaan semester II tahun 2022. https://www.bpk.go.id

 

Data LPSE. (2025, Juni). Pembangunan Gedung Kuliah Terpadu (SBSN). Datalpse.com.

Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. (2023). Pedoman pengawasan pengelolaan keuangan perguruan tinggi negeri. https://itjen.kemdikbud.go.id

 

iNews Karawang. (2024, 15 Desember). BEM Unsika terkejut pengadaan kelas kontainer telan anggaran Rp5 miliar, minta APH segera usut. https://karawang.inews.id 

 

KumparanNews. (2024, 18 Desember). Presma Unsika pertanyakan pengadaan kelas kontainer Rp6,4 M, urgensinya apa? https://kumparan.com 

 

Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2024). Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). https://www.djpb.kemenkeu.go.id

 

Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. (2025). Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP). https://sirup.lkpp.go.id

 

Universitas Singaperbangsa Karawang. (2024). Rencana Strategis Unsika Tahun 2020–2024. https://unsika.ac.id

 

Penulis: browsugar

Desainer: Adittya Warman

LPM Channel

Podcast NOL SKS