Kiprah Pers Kampus dalam Memperjuangkan Kebebasan

Redaksi
Berita
14 May 2024
Thumbnail Artikel Kiprah Pers Kampus dalam Memperjuangkan Kebebasan
Pers merupakan lembaga sosial dan media yang bergerak dalam bidang jurnalistik, seperti meliput, mencari, mengolah, menyusun, menyunting, hingga mempublikasikannya kepada khalayak. Kehadiran pers sangat penting sebagai pilar demokrasi dalam menjunjung kemerdekaan berekspresi. Melalui pers inilah tinta-tinta keadilan dituliskan, suara-suara yang dibungkam diwakilkan, dan para pemangku kekuasaan diawasi. 

Kebebasan pers tidak hanya dimiliki oleh segelintir elit media, tetapi juga bagi media kampus yang menyuarakan keadilan untuk mahasiswa. Pers kampus adalah media yang berkiprah di bidang jurnalistik dan dikelola oleh sekumpulan mahasiswa. Pers kampus atau dikenal dengan pers mahasiswa juga menjalankan fungsi pers sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. 

Eksistensi pers mahasiswa ditandai dengan terbitnya Majalah Indonesia Merdeka oleh Perhimpoenan Indonesia di Netherland (Belanda). Kemudian, pada 1971-1974 merupakan tahun kemunduran pers mahasiswa. Rezim Orde Baru mulai menunjukkan keotoriterannya dalam mengawasi aktivitas mahasiswa. Kemudian, pada tahun 1985 pers mahasiswa kembali bersemi dengan adanya penerbitan majalah Balairung Universitas Gadjah Mada (UGM). Akan tetapi, keberadaan pers mahasiswa nyatanya terus mengalami pasang surut hingga masa reformasi. 

Sama halnya terjadi pada pers mahasiswa saat ini yang terus mendapat berbagai ancaman akibat otoriter dari pemangku kebijakan kampus. Mulai dari pembredelan, pembungkaman, hingga kekerasan. Dilansir dari linikampus.com, pada 2023 KIKA melaporkan bahwa adanya peningkatan ancaman bagi Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) sekitar 0,63% karena semakin terkooptasinya kampus oleh kekuasaan. Di sisi lain, pers kampus adalah lembaga yang menjaga independensinya sesuai kode etik jurnalistik. Persma mengedepankan idealisme tanpa adanya kepentingan pribadi. Namun, masih saja mengalami tindakan-tindakan intimidasi. 

Hal ini pun terjadi pada pembredelan LPM Lintas IAIN Ambon setelah menerbitkan majalah edisi kedua dengan tema “IAIN Ambon Rawan Pelecehan”. Majalah tersebut membongkar sebanyak 32 kasus kekerasan seksual di IAIN Ambon dari tahun 2015 hingga 2022. Tak hanya itu, jurnalis LPM Lintas juga mengalami kekerasan fisik dan ancaman pribadi menyangkut akademik. 

Kemudian, dilansir dari laman BandungBergerak, bahwa Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) berhasil menemukan 88 kasus kekerasan terhadap jurnalis sepanjang 2023. Kasus tersebut melibatkan 83 orang jurnalis, 5 kelompok jurnalis, dan 15 media yang menjadi korban. Angka tersebut lebih besar dibanding tahun 2022 yang tercatat 61 kasus. 

Sementara itu, Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) juga mencatat sebanyak 185 kasus represi yang dialami pers mahasiswa pada periode 2020-2021. Dari jumlah kasus tersebut, bentuk pelanggarannya termasuk intimidasi, ancaman, serangan fisik, penutupan media, hingga dikeluarkannya mahasiswa dari kampus. 

Kedudukan pers mahasiswa sebagai pilar demokrasi keempat nyatanya tidak mendapat dukungan dan perlindungan dari kampus. Tidak ada kebebasan pers mahasiswa dalam menjalankan tugasnya. Lantas, bagaimanakah kiprah pers kampus dalam menjalankan fungsi pers dengan aman? 

Ironinya, hingga kini belum ada payung hukum untuk pers kampus menjalankan kiprahnya di bidang jurnalistik. Adapun kebebasan pers diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, tetapi jika dilihat dari kacamata hukum, pers mahasiswa tidak termasuk di dalamnya. Itulah alasan mengapa persma belum memiliki landasan hukum yang dapat melindunginya.

Meskipun banyak kendala atau ancaman yang dialami, tentu pers mahasiswa terus memperjuangkan kebebasan pers. Akhirnya, munculah kabar baik bahwa telah dilakukan penandatanganan perjanjian pada 18 Maret 2024 antara Dewan Pers bersama Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi tentang penguatan dan perlindungan aktivitas jurnalistik mahasiswa di lingkungan perguruan tinggi. 

Tentu hal ini menjadi angin segar bagi pers kampus. Segala sengketa pemberitaan pers mahasiswa akan ditangani oleh Dewan Pers seperti layaknya pers umum. Adapun dikutip dari Instagram @officialdewanpers, ruang lingkup perjanjian tersebut meliputi peningkatan kompetensi mahasiswa dalam kegiatan jurnalistik di lingkungan perguruan tinggi; penyelesaian sengketa yang timbul dari aktivitas jurnalistik mahasiswa di lingkungan perguruan tinggi, pelaksanaan Merdeka Belajar Kampus Merdeka bagi mahasiswa yang dilaksanakan secara mandiri oleh Dewan Pers; serta pertukaran data dan informasi yang relevan dengan tujuan perjanjian ini. 

Dengan demikian, kiprah pers kampus dalam menjalankan kegiatan jurnalistik perlu didukung dan dilindungi. Pers mahasiswa dapat menjalankan kegiatan jurnalistik sesuai fungsi pers tanpa adanya ancaman, penindasan, atau bentuk apa pun. Pers kampus berfungsi sebagai media yang menyebarkan informasi dari kampus ke mahasiswa, ataupun sebagai jembatan aspirasi dari mahasiswa kepada petinggi kampus. Selain itu, untuk memastikan bahwa pers mahasiswa sebagai kontrol sosial juga perlu dilakukan secara profesional dalam mengelolanya. Dalam hal ini, pers kampus harus independen, objektif dalam menyajikan berita, dan menjalankan tugas sesuai kode etik jurnalistik. 


Penulis: Zaidiyah Ummaya

LPM Channel

Podcast NOL SKS