Proyek Ibu Kota Politik: Pemerataan atau Upaya Menyenangkan Penguasa?
Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini menetapkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2025. Lampiran tersebut berbunyi “Perencanaan dan pembangunan kawasan, serta pemindahan ke Ibu Kota Nusantara dilaksanakan sebagai upaya mendukung terwujudnya Ibu Kota nusantara menjadi Ibu Kota Politik di tahun 2028”. Pemerintah menargetkan agar tahun 2028, pusat aktivitas politik nasional resmi beralih ke Ibu Kota Nusantara (IKN). Dengan begitu IKN menjadi Ibu Kota Politik, adanya kebijakan ini bukan hanya soal pemindahan administrasi saja. Namun, ada beberapa alasan dari pemerintah yang menjadi langkah besar untuk membangun pusat kekuasaan baru. Lantas, apakah langkah ini benar-benar bentuk dari upaya pemerataan pembangunan dan menjadi langkah strategi politik Indonesia atau justru hanya proyek ambisi semata?

Gambar 1. Kompas.com
Maksud dari kebijakan IKN menjadi Ibu Kota Politik yang tercatat dalam Perpres tersebut adalah pusat yang menjadi aktivitas lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Artinya, seluruh proses pengambilan keputusan, kebijakan, hingga pembentukan undang-undang nantinya akan berpusat di IKN. Pemindahan ini diharapkan membangun sistem tata kelola yang baru dan lebih efisien. Tetapi, jika dilihat dari situasi saat ini, sejauh mana rencana tersebut sudah siap dan benar-benar siap diwujudkan? Tahun 2025 saja, masih banyak aspek yang belum sepenuhnya terealisasi, mulai dari infrastruktur hingga kesiapan aparatur dan lembaga negara untuk berpindah ke IKN. Salah satu syaratnya yaitu pemindahan Aparatur Sipil Negara (ASN) ke IKN dengan jumlah 1.700 hingga 4.100 orang. Hal tersebut masih menjadi target yang saat ini hingga dua tahun kedepan sulit dicapai. Terlebih lagi masih banyak perdebatan mengenai kelayakan pembangunan IKN di Kalimantan, baik dari segi anggaran maupun dampak sosialnya.
Jika mengulas kembali alasan utama pembangunan IKN yaitu untuk mengurangi “beban” di Pulau Jawa, khususnya Jakarta, karena kini Jakarta sudah banyak menanggung tekanan selama puluhan tahun, mulai dari kepadatan penduduk, kemacetan, bencana banjir, hingga penurunan tanah. Wajar jika pemerintah membuat solusi dengan pemindahan pusat pemerintahan ke wilayah baru. Akan tetapi, jika semua itu terealisasikan, “bagaimana keberlanjutan Jakarta?”, apakah ditinggalkan begitu saja tanpa adanya pembenahan tata ruang yang baik. Seharusnya, dengan pemindahan ibu kota tidak berarti meninggalkan kota Jakarta dalam kondisi yang sekarang, justru ini menjadi momentum bagi pemerintah agar menata ulang wajah Jakarta.

Gambar 2. Antara Foto.com
Selain itu, strategi politik dan simbolik menjadi alasan IKN sebagai Ibu Kota Politik, kebijakan ini menunjukkan bahwa Indonesia ingin membangun tatanan yang lebih modern. Langkah ini juga dapat menjadi strategi untuk memperkuat posisi politik pemerintah baru. Namun, “apakah tatanan tersebut sudah sejalan dengan harapan rakyat?”. Nyatanya, kini masyarakat banyak mengeluhkan persoalan seperti penyalahgunaan kekuasaan, ketimpangan sosial, hingga lemahnya transparansi kebijakan. Simbol baru untuk tatanan yang modern seharusnya bukan dilihat dari gedung-gedung megah atau infrastruktur canggih di IKN, tetapi juga dari cara pemerintah menjalankan kekuasaan secara bersih, adil, dan berpihak pada rakyat.
Upaya mewujudkan IKN sebagai Ibu Kota Politik masih jauh dari kata siap. Bahkan, pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor, menilai perubahan istilah ini justru menimbulkan kerancuan arah kebijakan. Menurutnya, penyebutan “Ibu Kota Politik” menggambarkan bahwa pemerintah saat ini belum sepenuhnya berkomitmen terhadap proyek besar warisan presiden ketujuh Indonesia, yaitu Joko Widodo. Maka dari itu, IKN dikhawatirkan kehilangan arah, menjadikannya bukan lagi untuk simbol kemajuan dan pemerataan, melainkan sekadar upaya menjaga keseimbangan kepentingan antara pemerintahan lama dan yang baru.
Melihat dinamika tersebut, pembangunan IKN sebagai Ibu Kota Politik terkesan masih berada pada fase penentuan. Proyek ini diharapkan menjadi momentum untuk memperkuat tatanan pemerintah yang transparan, adil, dan berorientasi pada rakyat, bukan sekadar simbol politik atau ajang pelestarian warisan kekuasaan. Dengan begitu, pemerintah perlu memastikan bahwa setiap langkah tersebut harus sejalan dengan nilai-nilai demokrasi dan juga sejalan dengan alasan dasar pembangunan IKN, yaitu untuk pemerataan pembangunan. Pembangunan juga harus dibersamai dengan transparansi agar partisipasi publik aktif dalam mengikuti perkembangan dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah.
Daftar Pustaka
Setiawan, I. (2025). IKN jadi ibu kota politik pada 2028, apa maksudnya?. bbc.newsindonesia. https://www.bbc.com/indonesia/articles/ce84gyj13l6o
Hukumonline.com. (2025). Prabowo Teken Perpres, IKN Jadi Ibu Kota Politik Pada 2028. https://www.hukumonline.com/berita/a/prabowo-teken-perpres--ikn-jadi-ibu-kota-politik-pada-2028-lt68ce4e0d43ad6/
Billah, K. S. (2023). IKN: Proyek Ambisi Presiden atau Kepentingan Seluruh Rakyat? kumparan.com. https://kumparan.com/kaila-safira/ikn-proyek-ambisi-presiden-atau-kepentingan-seluruh-rakyat-23gLyReVUyp
Penulis: Fathya Salsabilla
Desainer: Zahra Farida Septi Wahyuni