Stop Victim Blaming Kepada Korban Kekerasan Seksual!
Redaksi
Opini
23 Oct 2024
"No one asks to be raped. No one deserves to be raped. The responsibility for rape lies solely with the rapist." – Anonymous
Kekerasan seksual adalah salah satu tindak kejahatan yang (mirisnya) terus terjadi di masyarakat. Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) per 1 Januari 2024 hingga 15 Oktober 2024 terdapat 19.987 kasus kekerasan seksual dengan korban 4.351 laki-laki dan 17.323 perempuan. Maraknya kasus kekerasan seksual merupakan cerminan dari bobroknya sistem hukum serta kurangnya pendidikan tentang persetujuan (consent) dan penghormatan terhadap batas pribadi dan tubuh orang lain. Ironisnya, seperti peribahasa “sudah jatuh tertimpa tangga”, tak jarang masyarakat justru lebih fokus menyalahkan korban dibandingkan menuntut tanggung jawab kepada pelaku.
Sikap masyarakat tidak luput oleh perhatian penulis, bagaimana tidak? Respon yang menyalahkan korban kekerasan seksual masih kerap terjadi di Indonesia atau biasa kita sebut Victim Blaming. Fenomena ini sering penulis lihat ketika korban memberanikan diri untuk speak up tentang apa yang telah dialaminya.
“Makannya jangan pakai pakaian terbuka”
“Siapa suruh keluar malam-malam sendiri”
“Kenapa nggak teriak?”
“Kamu nggak ngelawan? Berarti kamu menikmati kan?”
Dan masih banyak lagi.
Ungkapan-ungkapan tersebut, seperti menghakimi korban, padahal korban hanya menuntut keadilan atas apa yang ia alami. Sebelumnya, penting untuk ditegaskan di sini, segala bentuk kekerasan seksual merupakan keputusan yang diambil 100% oleh pelaku. Tidak peduli bagaimana pakaian korban, bentuk tubuh, atau situasinya, pelaku memiliki kendali penuh atas diri mereka sendiri tentang apa yang ingin mereka lakukan. Tindakan menyalahkan korban hanya dapat memperparah trauma yang korban alami. Lagi pula, jika kita memposisikan diri menjadi korban sedikit saja, butuh keberanian besar untuk menceritakan hal-hal yang sebenarnya ingin mereka kubur sampai mati.
Fenomena Victim Blaming juga tidak hanya memperburuk luka emosional dan psikologis korban, tetapi juga seperti memberikan “celah” untuk mendukung alasan mengapa pelaku melakukan tindakan tersebut. Hal ini dapat membuat pelaku bebas dari tanggung jawabnya dan mungkin akan mengulangi tindakannya. Dalam hal ini, baik secara hukum maupun etika, padahal pelaku merupakan satu-satunya pihak yang harus bertanggung jawab. Tidak ada alasan atau pembenaran yang dapat diterima untuk membenarkan tindakan kekerasan seksual. Selain itu, jika fenomena Victim Blaming dibiarkan terjadi terus-menerus, akan banyak korban kekerasan seksual lainnya yang malah memilih untuk bungkam. Korban mungkin takut dihakimi atau disalahkan sehingga mereka memilih untuk tetap diam menerima apa yang telah mereka alami.
Untuk memastikan keadilan bagi korban dan mencegah kekerasan seksual lebih lanjut, penting untuk menggeser fokus dari korban ke pelaku. Berita dan media harus berhenti menyoroti perilaku atau situasi korban dan fokus pada tindakan pelaku. Selain itu, pendidikan tentang consent (persetujuan) dan batas pribadi harus dipelajari sejak usia dini karena anak-anak perlu belajar untuk memahami bahwa tubuh mereka adalah milik mereka sendiri dan memiliki hak untuk menolak sentuhan atau perlakuan yang tidak diinginkan. Pendidikan tersebut dapat membantu mencegah anak-anak dari menganggap bahwa perilaku yang melanggar batas pribadi mereka adalah hal yang biasa atau bisa diterima, sehingga mengurangi risiko mereka menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual di masa depan.
Penulis: Mahila
Desainer: SAR
Desainer: SAR
Referensi:
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA). (2024). Ringkasan Data Kekerasan. Diakses pada 15 Oktober 2024, dari https://kekerasan.kemenpppa.go.id/ringkasan
Narasi Daily. (2023, 16 Mei). Victim Blaming Adalah: Menyalahkan Korban Alih-Alih Pelaku Kekerasan. Narasi TV. Diakses pada 10 Oktober 2024, dari https://narasi.tv/read/narasi-daily/victim-blaming-adalah
Antara News. (2022, 2 Desember). Tempat dan Pakaian Bukan yang Paling Bersalah dalam Kekerasan Seksual. Diakses pada 4 Oktober 2024, dari https://www.antaranews.com/berita/3148201/tempat-dan-pakaian-bukan-yang-paling-bersalah-dalam-kekerasan-seksual