TNI dan Polri Sama-sama Punya Senjata
Redaksi
Berita
31 Aug 2025
Di tengah pergolakan aksi yang dilakukan oleh masyarakat di berbagai lini belakangan ini, negara kembali memainkan peranannya sebagai penguasa untuk terus mencampur aduk gerakan yang telah masif berjalan. Narasi-narasi aneh kembali muncul ke permukaan. Narasi yang sengaja dibuat oleh penguasa untuk dapat mengkooptasi gerakan masyarakat.
Dari banyaknya propaganda yang coba dibangun oleh negara, narasi mengenai peranan Tentara Nasional Indonesia (TNI) di tengah aksi kembali masif digaungkan oleh negara. Di banyak media beberapa hari ke belakang, publik menyoroti peranan TNI yang katanya lebih humanis, baik, santai, dan lebih mementingkan warga. Dengan perlakuan-perlakuan anggota TNI yang turun ke lapangan menjumpai massa aksi dengan santai, damai, dan tanpa atribut yang biasa mereka bawa, masyarakat menjadi terkecoh dengan wujud asli dari TNI. Negara dengan sengaja membenturkan antara TNI dan Polri demi kelangsungan kekuasaan yang absolut, seakan-akan TNI lebih baik dari Polri dan sebaliknya.
Propaganda seperti itu bisa sangat berbahaya bagi suatu gerakan. Masyarakat nantinya akan menjadi bias, mereka akan berdamai dengan salah satu aparat penjaga kekuasaan itu, padahal di antara TNI dan Polri, mereka tetap memiliki fungsi yang sama sebagai aparatur represif negara. Mereka berdua merupakan aparat-aparat penjaga kekuasaan yang akan bersedia kapan pun untuk menikam siapapun yang berniat untuk melengserkan kekuasaan.
Louis Althusser pernah mengemukakan teorinya mengenai ideologi dan aparatus ideologi negara. Menurutnya dalam mempertahankan kekuasaan, negara memiliki dua aparatus, yaitu aparatur ideologis dan aparatus represif. Menurut pemikirannya, aparatus represif sendiri merupakan alat yang dapat dikendalikan oleh beberapa kaum (borjuis), untuk terus melakukan represi terhadap kaum lainnya (proletar).
Melalui pemikiran Althusser, kita dapat melihat jika kedua instansi antara TNI dan Polri merupakan dua alat yang dimiliki oleh negara untuk mempertahankan kekuasaannya. Percayalah, negara bisa melakukan segala upaya, bahkan upaya yang amat keji sekalipun, untuk mempertahankan kekuasaannya.
Kembali lagi ke topik awal mengenai propaganda yang tengah dibangun oleh negara saat ini mengenai peranan TNI dalam aksi-aksi belakangan, percayalah TNI dan Polri merupakan satu entitas yang sama, meskipun dengan seragam yang berbeda. Maka dari itu, penting untuk masyarakat kembali sadar jika tidak ada perbedaan di antara TNI dan Polri, semua hal yang nampak di lapangan merupakan agenda yang dibentuk oleh negara untuk mengecoh gerakan. Meskipun saat ini TNI hadir di lapangan tanpa atribut dan senjata, tetapi perlu diingat, mereka juga pernah menjadi alat pembunuh massal pada tragedi tahun 65’.
Di tengah arus pergerakan yang sedang masif, seperti saat ini penting bagi kita untuk dapat melihat propaganda-propaganda yang sudah disiapkan oleh negara untuk menggembosi gerakan. Melalui propaganda, banyak orang yang mungkin akan menjadi bias dan meragukan pemikirannya yang sebelumnya sudah kuat.
Penulis: Hussein
Desainer: JN
Dari banyaknya propaganda yang coba dibangun oleh negara, narasi mengenai peranan Tentara Nasional Indonesia (TNI) di tengah aksi kembali masif digaungkan oleh negara. Di banyak media beberapa hari ke belakang, publik menyoroti peranan TNI yang katanya lebih humanis, baik, santai, dan lebih mementingkan warga. Dengan perlakuan-perlakuan anggota TNI yang turun ke lapangan menjumpai massa aksi dengan santai, damai, dan tanpa atribut yang biasa mereka bawa, masyarakat menjadi terkecoh dengan wujud asli dari TNI. Negara dengan sengaja membenturkan antara TNI dan Polri demi kelangsungan kekuasaan yang absolut, seakan-akan TNI lebih baik dari Polri dan sebaliknya.
Propaganda seperti itu bisa sangat berbahaya bagi suatu gerakan. Masyarakat nantinya akan menjadi bias, mereka akan berdamai dengan salah satu aparat penjaga kekuasaan itu, padahal di antara TNI dan Polri, mereka tetap memiliki fungsi yang sama sebagai aparatur represif negara. Mereka berdua merupakan aparat-aparat penjaga kekuasaan yang akan bersedia kapan pun untuk menikam siapapun yang berniat untuk melengserkan kekuasaan.
Louis Althusser pernah mengemukakan teorinya mengenai ideologi dan aparatus ideologi negara. Menurutnya dalam mempertahankan kekuasaan, negara memiliki dua aparatus, yaitu aparatur ideologis dan aparatus represif. Menurut pemikirannya, aparatus represif sendiri merupakan alat yang dapat dikendalikan oleh beberapa kaum (borjuis), untuk terus melakukan represi terhadap kaum lainnya (proletar).
Melalui pemikiran Althusser, kita dapat melihat jika kedua instansi antara TNI dan Polri merupakan dua alat yang dimiliki oleh negara untuk mempertahankan kekuasaannya. Percayalah, negara bisa melakukan segala upaya, bahkan upaya yang amat keji sekalipun, untuk mempertahankan kekuasaannya.
Kembali lagi ke topik awal mengenai propaganda yang tengah dibangun oleh negara saat ini mengenai peranan TNI dalam aksi-aksi belakangan, percayalah TNI dan Polri merupakan satu entitas yang sama, meskipun dengan seragam yang berbeda. Maka dari itu, penting untuk masyarakat kembali sadar jika tidak ada perbedaan di antara TNI dan Polri, semua hal yang nampak di lapangan merupakan agenda yang dibentuk oleh negara untuk mengecoh gerakan. Meskipun saat ini TNI hadir di lapangan tanpa atribut dan senjata, tetapi perlu diingat, mereka juga pernah menjadi alat pembunuh massal pada tragedi tahun 65’.
Di tengah arus pergerakan yang sedang masif, seperti saat ini penting bagi kita untuk dapat melihat propaganda-propaganda yang sudah disiapkan oleh negara untuk menggembosi gerakan. Melalui propaganda, banyak orang yang mungkin akan menjadi bias dan meragukan pemikirannya yang sebelumnya sudah kuat.
Penulis: Hussein
Desainer: JN