Warga Desa Cintalaksana Adakan Tradisi Tahunan Atas Rasa Syukur pada Hasil Panen
Redaksi
Berita
22 Jul 2025
Warga Desa Cintalaksana, Kampung Calingcing, Kecamatan Tegalwaru, Karawang, adakan acara tradisi tahunan, yaitu Hajat Bumi, Sabtu (19/7/2025). Tradisi Hajat Bumi ini sudah menjadi budaya warga Desa Cintalaksana dari kakek nenek moyang mereka. Adapun rangkaian acara kegiatannya, meliputi sebuah ritual atau doa bersama, lomba permainan tradisional, penampilan kesenian silat, dan pagelaran topeng.
Kepala Desa Cintalaksana, Agus Sulaeman, mengatakan bahwa acara ini merupakan tradisi tahunan yang diselenggarakan setiap hari Sabtu pada bulan Muharram, rangkain utama dari acara Hajat Bumi warga Kampung Calingcing adalah ritual atau doa kepada Tuhan atas rasa syukur dan rezeki dari hasil panen yang telah mereka dapatkan.
“Ini tradisi tahunan setiap tahun bulan Muharram itu selalu ada acara seperti ritual, yang merupakan ucapan syukur hasil panen dalam satu tahun sekali, dibuktikan dengan ritual, berdoa, berkumpul sama semuanya. Emang itu menjadi agenda musiman turun temurun dari dulu,” ujarnya saat diwawancarai langsung, Sabtu (19/7/2025).
Ketua Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) di Desa Cintalaksana, Ki Inong, memberikan tanggapannya mengenai Hajat Bumi ini, bahwa tradisi tersebut dulunya selalu diadakan di setiap Kampung yang ada di Desa Cintalaksana, namun karena perkembangan zaman dan teknologi semakin masif, kampung-kampung lain selain Calincing, merayakan Hajat Bumi-nya secara masing-masing. Di Desa Cintalaksana Ki Inong dan rekan-rekan Pokdarwis menggaet pemerintah desa untuk terus melestarikan budaya tradisi Hajat Bumi ini, yang sudah diwariskan turun-temurun dari kakek moyang mereka.
“Hari ini di Cintalaksana yang masih konsisten, ini tinggal Calingcing, kampung-kampung yang lain, melaksanakannya itu lebih ke masing masing, kita dari Pokdarwis akhirnya menggandeng pemerintah desa walaupun bagaimana ini salah satu tradisi yang harus kita rawat, yang harus kita pelihara, itu terkait kearifan lokal, kultur, dan lain-lain,” ucapnya saat diwawancarai langsung, Sabtu (19/7/2025).
Tahun-tahun sebelumnya warga kampung Calincing masih merayakan Hajat Bumi dengan cara yang sama, seperti kampung-kampung lain, dengan rangkaian kegiatannya, yaitu ritual dan doa. Namun, setelah Agus mempunyai Surat Keputusan (SK) Desa Wisata, ia mendorong warga Calincing agar dapat meramaikan Hajat Bumi tersebut dengan rangkaian-rangkaian acara lainnya, seperti lomba permainan tradisional, kesenian silat, dan pagelaran topeng.
“Karena ini baru tahun ini diramaikannya, dimeriahkannya, biasanya warga itu cuman biasa-biasa (perayaannya), karena kebetulan kita desa wisata udah punya SK wisata, saya dorong bagaimana acara ini lebih meriah lagi,” ucap Agus.
Hajat Bumi di kampung Calincing pada tahun ini mengembangkan beberapa rangkaian acara dengan potensi yang dimiliki oleh warga setempat.
“Acara ini saya dukung ritual ini kita harus disesuaikan kan, kalo topeng itu mungkin kita ada riwayat juga, pun pencak silat anak-anak berlatih juga ke sini, jadi saya mendorong itu memang disesuaikan dengan potensi yang ada aja,” tambahnya.
Tradisi Hajat Bumi ini tidak hanya tentang melaksanakan acara saja. Namun, memiliki nilai-nilai tradisi yang telah diwariskan dari kakek nenek buyut mereka berupa pesan tersirat bahwa setiap manusia harus memiliki nilai moral yang saling tolong menolong sesama umat manusia maupun terhadap lingkungan sekitar.
“Gotong royong, tolong menolong, nilai intinya itu, jadi diajarkan oleh para kakek buyut, kita boleh tidak punya uang, tapi jangan sampai ada tetangga kita atau saudara kita yang lapar,” ujar Ki Inong.
Tradisi ini tidak asal dilaksanakan saja, dari segi hari dan bulan harus disesuaikan dengan apa yang mereka pahami dari kakek moyang mereka, seperti harus di bulan Muharram dan di hari Sabtu, serta tidak boleh dilaksanakan di ruangan tertutup.
“Hajat bumi itu selalu bulan Muharram itungannya kan awal tahun dari bulan Hijriyah, yang kedua hari Sabtu, secara bahasa mah hari Sabtu itu sama dengan bumi, yang ketiga tidak boleh di dalam atau di bawah ruangan, harus di tempat yang terbuka,” tambahnya.
Ki Inong menambahkan bahwa Hajat Bumi ini merupakan sebuah rasa syukur mereka atas hasil panen selama setahun terakhir, karena mayoritas pekerjaan penduduk di Kampung Calincing, yaitu sebagai petani, dari menanam padi, kopi, turubuk, hingga cabai.
“Bahwa tradisi ini harus kita jaga, karena esensi dari hajat bumi kan rasa syukur atas hasil panen selama setahun terakhir, jadi kita bersyukur ke yang maha kuasa dengan cara seperti ini,” ucapnya.
Salah satu mahasiswa Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika) yang sedang melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa Cintalaksana, Cintania, dengan kelompoknya menghadiri acara Hajat Bumi ini, ia juga menyadari bahwa mata pencaharian warga kampung Calincing merupakan seorang petani.
“Ada hajat bumi ini karena mereka tuh mata pencahariannya kan petani ya, apalagi di dusun tiga ini, apalagi ada turubuk itu tuh ciri khasnya,” pungkasnya saat diwawancarai langsung, Sabtu (19/7/2025).
Ki Inong memberikan harapannya, bahwa mayoritas mata pencaharian warga setempat yang merupakan seorang petani, harus dapat melestarikan budaya, tradisi, dan lingkungan sekitar, agar regenerasi anak-anak muda nanti mengerti nilai-nilai budaya yang telah ada dari kakek nenek moyang mereka, tidak hanya sekedar ceremonial belaka, tetapi terdapat nilai-nilai kehidupan di dalamnya.
“Karena ini berkaitan dengan kearifan lokal yang kita jaga karena kan sumber utama kita kan mata pencahariannya bertani, jadi harapan saya mereka mengolah tanah itu atasnya, tidak dikeruk atau digali lah gitu, terus generasi berikutnya seiring peradaban modern, mereka juga tetep menjaga gitu karena ini bukan sekedar ritual, bukan sekedar acara ceremony, tapi banyak nilai kehidupan yang bisa kita pelajari dari kegiatan ini,” ungkapnya.
Cintania menambahkan harapannya kepada warga setempat, bahwa acara ini harus tetap dilestarikan sampai seterusnya, dan ciri khasnya budaya kampung Calincing ini harus dijaga, walaupun peradaban sudah mulai modern.
“Tetep dilestarikan apalagi ini unik banget, petani di sini udah nanem-nanem terus hasil panennya rasa syukur lah ya, terus juga setiap desa tadi kan punya ciri khasnya, nah ini ciri khasnya tetep dijaga lah walaupun udah maju,” harapnya
(MLN, LLJ)